Berjam-jam kami diceramahi habis-habisan mengenai ibadah. Isi ilmu yang disampaikan lama2 merujuk kepada NKRI. Menurut kaka D, NKRI ini adalah pemerintahan taghut yang menindas umat Islam. Umat Islam, katanya wajib untuk berhijrah menuju daulah islamiyah. Kaka D menyampaikan ayat mengenai dakwah islam secara sembunyi-sembunyi di dalam gua.
Kaka D bilang, dia sedang berdakwah mengikuti ajaran Al-Qur'an (mengacu kepada ayat dakwah secara sembunyi2). Loh aku bingung sampai sini. Memang betul Allah memerintahkan dakwah, tapi setau ku yg disebut secara sembunyi2 itu ketika zaman Rasul dimana kaum muslim masih sedikit jumlahnya dan orang2 kafir berada dimana-mana. Lalu setelahnya turun lagi ayat yg memerintahkan untuk dakwah secara terbuka. Walaupun aku lupa ada di ayat apa, itulah kelemahan saya, saya pernah tahu ayatnya tapi tdk tahu persis ayat & surat apa.
Aku menyanyakan hal ini kepada kaka D, tapi dia tetap keukeuh menjawab bahwa dakwah secara sembunyi2 dan di dalam gua. Gua pada zaman sekarang itu layaknya seperti 'rumah huni' yg tidak diketahui orang luas. Ini terdengar aneh, bukan?. Selanjutnya kaka D bertanya "klo setelah ini diajak ke 'gua' tempat berdakwah mau tidak?". Rahma, A dan B mah angguk2 aja. Aku? Belum ngangguk, tapi langsung ku tanya "Dimana tempatnya ka? Jauh gak dari sini?" trus jawabnya "Kan ini dakwah, secara sembunyi2 kan, trus tadi kamu baca sendiri ayatnya, jadi yg namanya sembunyi2 ya gak boleh diberitahu alamatnya ke orang2 bahkan ke orang tua sekalipun", trus langsung aja aku bilang "Bagaimana caranya saya percaya sama kaka yg baru saya kenal lalu sudah diajak ke tempat yg saya sendiri gak tau alamatnya, saya mau bilang apa kak sama ibu kos klo dia nyariin saya, apalagi orang tua gak boleh tau. Kaka ini aneh, katanya dakwah sembunyi2 gak boleh bilang ke orang2, tapi kenapa kaka ngasih tau ke kita yg baru kenal?". Lalu kaka D menjawab agak keras "Kan tadi sudah saya jelaskan ayatnya, kamu masih belum paham Mita?". Bukan, aku bukan gak paham sama ayatnya, tapi aku gak paham sama penafsiran kaka D terhadap ayatnya.
Lalu kaka D bilang klo iman kita harus sempurna, menyempurnakannya dengan beribadah. Kaka D menyuruhku membaca ayat yg didalamnya berisikan ibadah infaq, shodaqoh, dll. Trus dia bilang, klo disuruh bershodaqoh mau tidak? itu kan perintah Allah langsung dari ayat-Nya. Klo kalian gak mematuhi perintah-Nya berarti apa? nah, kafir kan?. Wah aku denger ini kok kayak kesamber petir darimana gitu ya. Memang betul Allah memerintahkan kita untuk bershodaqoh. Tapi shodaqoh juga ada aturan-Nya. Shodaqoh itu gak wajib, beda sama zakat, klo zakat wajib. Walaupun nilai agama ku jelek, tapi hal kayak gini keponakan ku yg umur 7th juga ngerti.
Trus aku bilang ke kaka D "Iya betul kak, tapi infaq / shodaqoh itu hukumnya sunnah kak, beda sama zakat, klo zakat baru hukumnya wajib." Trus dia ngejelasin panjang lebar sambil ngeluarin dalil-dalil pilihannya. Jujur setelah dia bilang ini, langsung aku putuskan INI GAK BENER. Kenapa gak bener? Karena dia sudah mewajibkan apa yg Allah sunnahkan dan mensunnah-kan apa yg Allah wajibkan. Infaq kok jadi wajib, trus bohong sama orang tua itu diperbolehkan. Klo kata anak jaman sekarang sih sebutannya "What Tje Fuk Aehmatek" -_-
Hari sudah larut. Waktu itu sudah maghrib dan aku semakin was-was ingin pulang. Aku gak mau diajak ke 'gua' dakwah yg tadi kaka D bilang. Klo sampe aku pulang malam, dia pasti punya alesan untuk ajak aku, Rahma, A dan B ke 'gua' dakwah mereka. Pas kaka D lagi ngomong panjang lebar, langsung aku potong kalimatnya "Saya mau pulang kak". Trus kaka D bilang "Sebentar dulu Mita, saya sedang menjelaskan", jawabku "Aku mau pulang", dibalaslah lagi dengan "Kamu tau gak, hati kamu sudah ditutupi, sudah menolak ajaran yg benar sesuai dengan ayat2-Nya. Kan tadi kamu baca ayatnya, klo menolak perintahnya berarti kamu...", refleks B menjawab "Kafir Mit", lalu dilanjutkan oleh kaka D "Ya benar seperti yg teman mu bilang Mit, kafir". WHAT THE HELL IS THAT.
Rasanya mau nangis di tempat saat itu juga. Karena sudah disebut 'kafir' versi mereka. Hatiku berkecamuk dan berjanji dalam hati "Oke klo sampe ba'da isya belum pada pulang, aku tetep pulang walaupun harus sendirian". Setelah kejadian itu, kaka D ngeluarin kertas trus ditulisnya lafadz Basmallah di atasnya lalu bilang ke kita, klo kita harus punya target infaq. Dia bilang target sebanyak-banyaknya. Trus aku tanya "Gimana klo kita gak sanggup memenuhi target kita kak?". Trus dia jawab "Ya kamu harus berusaha memenuhinya, kan tadi kamu bilang berusaha mencapai kesempurnaan dalam menjalankan perintah-Nya", ditantang begitu langsung aja aku bales "Kaka udah berapa lama dakwah begini?", dia jawab "Dari kuliah (Pada saat itu dia udah kerja -red)", aku bales "Sudah selama itu? Trus sekarang kaka YAKIN iman kaka udah 100%?", jujur dia terhentak aku ngomong begitu. Aku tdk dapat jawaban "Yakin atau Tidaknya", yg aku dapat hanyalah jawaban dalil-dalil panjang beserta penafsirannya.
Aku lelah. Waktu sudah mulai mendekati Isya. Karena perdebatan ini, akhirnya kaka D gak menggubris aku lagi. Dia langsung tanya ke Rahma, A dan B. B semangat sekali ketika menyebutkan target infaq-nya. Ketika semua sudah menyebutkan targetnya, tibalah giliranku menyebutkan target ku. Kaka D bilang "Ayo Mit, sebutkan nama dan target kamu", aku memang menyebut namaku dan targetku yg asal2an tapi dengan suara ngelindur, sampe kaka D bilang "Kamu klo ngomong yg jelas Mita, klo berdebat suara kamu paling jelas". Wah cetar banget ya kata2nya. Ah, aku gak peduli. Aku lebih takut sama Allah ketimbang kaka D. Tetep aja aku ngomong ngalor ngidul.
Akhirnya Isya-pun tiba, pada saat ambil wudhu di tempat wudhu, sambil menangis aku bilang ke Rahma "Rahma, aku mau pulang, aku gak peduli klo harus pulang malam dan sendirian. Aku cuma berlindung sama Allah, Rahma. Aku juga gak peduli kamu atau A atau B atau kaka D bilang aku kafir. Tapi maaf, penafsiran 'kafir' ku berbeda dengan kaka D. Demi Allah Rahma, aku tidak pernah sedikitpun untuk 'kafir' bahkan jika aku mati setelah sholat isya ini. Hanya Allah yg berhak menjuluki ku kafir, Rahma, bukan yg lain". Tidak aku sangka, ternyata Rahma menjawab "Aku ikut kamu aja Mita, aku juga bingung sama yg disampaikan kaka D", lalu aku jawab "Bagaimana dengan A dan B? Aku gak mau ketemu kaka D lagi Rahma", trus Rahma jawab "Nanti aku bilang juga ke A dan B untuk gak ikut kaka D", lalu ku jawab "Aku tidak memaksakan kehendakku. Jika A & B mau pergi bareng kaka D, silahkan saja, itu hak mereka, tapi aku tetap tidak mau ikut. Kamu harus pilih Rahma, pulang atau tidak".
Percakapan ku terputus dengan dimulainya sholat isya. Setelah sholat isya, aku menangis dalam do'a dan memohon perlindungan setelah pulang dari At-Tin ini. Aku langsung pulang, gak pake pamit lagi ke kaka D. Sekilas aku lihat Rahma bersama A dan B. Aku tidak peduli. Aku lari pada saat itu, lari keluar TMII lalu tanya jalur angkot ke Depok. Tanpa ku sangka, Rahma mengikuti ku dari belakang bersama A dan B.
Keesokan harinya, A dan B bilang ke aku klo kaka D mengundang aku untuk bertemu kaka E. Sontak aku jawab tidak mau dan menghormati ajakan teman ku dengan menolak dengan halus bahwa cukup sampai kaka D saja, tidak ada kaka-kaka yg lain. Rahma pun Alhamdulillah mau merenung dan tidak mau bertemu lagi dengan kaka D dan temannya. Sedangkan A dan B aku sudah tidak pernah lagi mendengar mereka hingga saat pengalaman ini aku buat. Semoga mereka baik2 saja. Aamiin.