Tuesday, March 18, 2014

Sharing Pengalaman Perekrutan NII (Part I)

Pagi semuanya.
Kangen banget udah lama gak blogging.
Pagi ini lagi merenung tentang pengalaman2 saya, eh tiba2 inget kejadian yang kurang berkenan dihati dan berpikir klo gak ada salahnya pengalaman ini di-share ke teman2 semua. Ini tentang pengalaman perekrutan NII a.k.a Negara Islam Indonesia.

Kejadiannya terjadi di Oktober 2010. Pada saat itu aku duduk kuliah di semester 5 dan sedang kos di wilayah Margonda, Depok. Seperti anak kos pada umumnya, aku sering berkenalan dengan anak dari kos2an lain. Awalnya, aku punya teman kuliah yang kosannya gak jauh dari kosan ku, well anggap saja nama temanku ini Rahma. Pada waktu weekend, aku & Rahma main ke mall daerah Depok. Disana Rahma cerita klo baru aja kenalan sama 2 orang teman. Sebut saja si A & si B. Sebetulnya si A adalah teman Rahma di kampus, cuma beda jurusan. Sedangkan si B adalah teman A yang pada akhirnya diperkenalkan ke Rahma dan aku.

Berhubung aku menggunakan hijab, Rahma tidak segan tanya hal2 keagamaan. Rahma tanya ke aku apakah iman ku sudah 100%. Lah karena pertanyaannya tentang "kesempurnaan" iman, jadi ku jawab imanku belum 100%. Setelahnya Rahma cerita klo ada yg nyeramahin dia bahwasannya klo masuk islam itu harus secara keseluruhan alias gak setengah2. Berhubung Rahma mengaku klo dirinya gak tau banyak tentang agama, Rahma minta aku "meluruskan" pandangannya tentang ajaran islam. Lalu Rahma bilang "Coba Mit ketemu sama A & B, aku bingung soalnya klo masalah beginian". Atas alasan itulah aku menuruti permintaan temenku ini untuk bertemu A & B. Hitung2 dakwah pikirku saat itu. Cieh :D

Sebetulnya ilmu agama ku sih masih cetek broh, cuma berhubung dulu waktu SMA sekolah berasrama, ya seenggaknya masih paham mengenai hukum2 islam, walaupun nilai2 mata pelajaran agama ku gak bagus2 banget juga :D Apalah arti sebuah teori jika pada prakteknya tidak pernah dilaksanakan, betul tidak? #membeladiri LOL

Nah, minggu depannya setelah weekend bareng Rahma, aku bertemu dan berkenalan dengan si A dan si B. Disana Rahma bilang ke aku klo si B yang bilang bahwa iman itu harus 100%. Selama 2 jam kita sharing tentang islam. Akhirnya si B ngaku klo tau ilmu itu dari kenalan dia orang baru, anggap saja si C. Ternyata si C ini adalah senior di kampus. Karena kaka senior, otomatis aku menghargai pemikiran dia terhadap teori2 yang disampaikan oleh B ke aku.

Gak pake waktu lama untuk bertemu dengan kaka C. Keesokan harinya aku langsung dipertemukan dengan kaka C. Dia sharing tentang islam beserta dalil-dalilnya. Klo liat ekspresi Rahma, A dan B ya cuma angguk2 aja apa yang kaka C bilang. Kaka C banyak kasih masukan tentang apa itu iman dalam islam dan bagaimana cara meraih kesempurnaannya. Awalnya apa yg dia sampaikan hampir sama dengan yg diajarkan di sekolahku dulu, tapi lama2 ada beberapa statement yg tidak bisa aku terima dalam diriku dan bertolak belakang dengan yg diajarkan di sekolah ku dulu.

Dia bilang, klo masuk islam itu harus secara keseluruhan yang berarti bahwa iman yang kita pegang harus sempurna dan sempurna itu dalam persentase matematika terhitung sebesar 100%. Aku bilang ke kaka C, memang betul masuk islam itu harus secara keseluruhan dan iman itu harus sempurna, tapi apakah kesempurnaan bisa diiukur dalam persentase matematika? Jika memang demikian, pada saat kapan iman kita terukur sebesar 100%?

Allah tidak pernah memberatkan hamba-Nya. Dia memberikan ujian sesuai dengan takaran kemampuan setiap hamba-Nya. Menurutku, kesempurnaan iman itu dimaksudkan pada saat dalam menjalankan perintah-Nya, kita harus benar2 mencapai sempurna. Misal, jika kita sholat, ya sholat-lah sesempurna mungkin dengan mengikuti aturan2-Nya. Masalah mencapai 100%-nya atau tidak, itu adalah hak-Nya dan manusia hanya bisa berusaha mencapai apa yang disebut dengan kesempurnaan. Semakin besar usaha kita mencapai kesempurnaan, maka semakin besar nilai kesempurnaan yang diberikan-Nya kepada kita, bahkan mungkin bisa terhitung lebih dari 100%.

Lebih lanjut lagi, kaka C tanya "Mita yakin iman Mita sudah sempurna?". Lagi-lagi aku jawab "belum". Dia bilang "Berarti belum 100% kan?", aku jawab "Bisa ya bisa tidak, karena iman tidak bisa diukur dengan persentase matematika kak". Sampai sini kaka C sudah mulai bersifat aneh sama aku. Tahukah kalian? Aku disuruh menutup mata oleh kaka C. Aku memang menutup mataku pada saat itu karena aku tidak menaruh curiga ke kaka C. Walaupun begitu, setelahnya aku tanya ke kaka C "Kenapa aku disuruh menutup mata kak?", jawabnya "Mau ngetes kamu Mit, kamu orangnya positive/negative thinkin'". Karena alasannya demikian, maka aku tidak bertanya jauh mengenai tutup mata itu.

Melihat aku yg selalu bertanya dan kadang menyanggah beberapa statement-nya, akhirnya kaka C bilang ke aku klo aku diundang untuk ketemuan dengan kaka D. Aku dirayu oleh kaka C untuk bertemu dengan kaka D. Semakin dia berteori dengan dalil-dalil bawaanya, semakin penasaran aku dibuatnya. Dia bilang salah satu kewajiban seorang muslim ialah memenuhi undangan saudaranya. Aku tahu itu hadits dan memang betul itu hadits shohih. Akhirnya ku putuskan untuk memenuhi undangan kaka D. Setelah deal, kaka C bilang klo ketemuannya itu besok di Masjid At-Tin TMII. Padahal besok itu kuliah dan aku sudah hampir menolak ajakannya klo bukan karena permintaan Rahma untuk menemaninya.

Nah, postingannya lanjut ke Part II ya teman2.. InsyaAllah aku sharing semua yg ku alami pada saat itu :)


No comments: